Pelaksanaan Sholat Tarawih di bulan Ramadhan.(foto tribun kaltim)
BERBEDA dari malam-malam bulan biasanya, pada Ramadhan, terdapat ibadah khusus Sholat Tarawih yang didirikan usai Sholat Isya dan sebelum Sholat Witir. Sholat Tarawih pada Ramadhan dapat dikerjakan berjemaah atau sendirian.
Hukum Sholat Tarawih sunah, yang artinya jika dikerjakan mendapatkan pahala, tetapi bila tidak didirikan tidak berdosa. Meskipun demikian, karena kemuliaan bulan Ramadan yang datang setahun sekali, maka umat Islam berbondong-bondong mengerjakannya.
Ketika Sholat Tarawih sudah dikerjakan, maka dianjurkan untuk melanjutkannya dengan Sholat Witir, kecuali jika ingin mendirikan sholat sunah lainnya. Hal ini dikarenakan Sholat Witir adalah salat sunah penutup bagi sholat-sholat sunah lainnya.
Jika seorang muslim hendak mengerjakan sholat tahajud (pada sepertiga akhir malam setelah terjaga) usai sholat tarawih, maka ia dapat memilih mengerjakan witir setelah tarawih, atau setelah tahajud.
Kesunahan Sholat Tarawih tertera dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barangsiapa ibadah [Tarawih] di bulan Ramadan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau,” (H.R. Bukhari).
Menurut al-Imam al-Haramain, dosa yang diampuni pada hadis tersebut mengacu dosa-dosa kecil saja. Sedangkan dosa besar hanya bisa diampuni dengan cara bertaubat. Sementara menurut Imam Ibnu al-Mundzir, ampunan dosa pada hadits tersebut mengacu umum, yang berarti mencakup dosa kecil maupun besar.
Meski ada perbedaan pendapat para ulama tentang tingkatan dosa yang diampuni lewat salat tarawih, tetap saja mendirikan ibadah sunah ini pada bulan Ramadhan punya manfaat yang besar.
Tarawih sebagai salat sunah pada bulan Ramadhan juga turut dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidup beliau.
Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari jalur Aisyah bahwa Nabi pada suatu malam berada di dalam masjid, kemudian beliau salat dan diikuti oleh para sahabat. Akan tetapi pada hari ke-3 atau 4 Nabi tidak kunjung hadir ke masjid, meski telah ditunggu para sahabat.
Ternyata hal itu dilakukan untuk menghindari kekhawatiran salat tarawih akan menjadi ibadah wajib. Nabi menjelaskan perihal ketidakhadirannya di masjid, dengan bersabda:
“Aku telah melihat apa yang kalian lakukan, tidaklah mencegahku untuk keluar salat bersama kalian kecuali aku khawatir salat ini difardukan atas kalian. Perawi hadits menjelaskan bahwa yang demikian itu terjadi di bulan Ramadan” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Terdapat pula hadis yang menyebut jika menunaikan salat Tarawih bersama imam atau dengan cara berjamaah hingga selesai, akan mendapat pahala layaknya beribadah semalam penuh.
“Siapa yang salat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi).
Lantas bagaimana dengan orang yang mengerjakan Sholat Tarawih begitu cepat?
Tuma’ninah dalam salat termasuk salah satu rukun salat, baik salat wajib maupun sunnah. Semakin besar kadar tuma’ninah dalam salat, maka pahala pun akan semakin besar.
Dalilnya adalah hadis yang menceritakan seorang yang salah salatnya atau dikenal dengan hadis al-musii’ fi sholaatihi.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,
أنَّ رَجُلًا دَخَلَ المَسْجِدَ فَصَلَّى، ورَسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في نَاحِيةِ المَسْجِدِ، فَجَاءَ فسَلَّمَ عليه، فقالَ له
“Bahwasanya seseorang masuk ke masjid kemudian melaksanakan salat. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di dalam masjid tersebut. Usai salat, lelaki itu datang mendekat ke Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberi salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi berkata kepadanya,
ارْجِعْ فَصَلِّ فإنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
“Ulangi salatmu, karena sebenarnya kamu belum salat.”
فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ سَلَّمَ، فَقَالَ: وعَلَيْكَ، ارْجِعْ فَصَلِّ فإنَّكَ لَمْ تُصَلِّ، قالَ في الثَّالِثةِ: فأعْلِمْنِي،
“Lelaki itu pun salat kembali. Usai salat, dia datang ke Nabi dan memberi salam. Lalu Nabi menjawab, ‘Wa’alaik … (Semoga demikian pula untuk Anda). Ulangi salatmu, karena sebenarnya kamu belum salat.’ Beliau berkata dengan perkataan yang sama untuk ketiga kalinya. Lelaki itu kemudian berkata kepada Nabi, ‘Mohon ajari saya salat yang benar.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajarinya.”
إذا قُمْتَ إلى الصَّلَاةِ، فأسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ، فَكَبِّرْ واقْرَأْ بما تَيَسَّرَ معَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حتَّى تَعْتَدِلَ قائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حتَّى تَطْمَئِنَّ ساجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حتَّى تَسْتَوِيَ وتَطْمَئِنَّ جالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حتَّى تَطْمَئِنَّ ساجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ افْعَلْ ذلكَ في صَلَاتِكَ كُلِّهَا
“Jika Anda hendak salat, sempurnakanlah wudhu, lalu menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah, lalu bacalah ayat Al-Quran yang mudah bagi Anda. Kemudian ruku’lah sampai ruku’nya terasa tuma’ninah. Lalu bangkitlah dan ber-i’tidal-lah (bangkit dari ruku’) seraya berdiri. Kemudian sujudlah sampai sujudnya terasa tuma’ninah. Lalu bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil tuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai tuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap salatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur lelaki itu supaya mengulang salat. Hal ini karena tidak adanya tuma’ninah pada salatnya yang menyebabkan salat tidak sah. Sehingga teguran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Ulangi salatmu, karena sebenarnya kamu belum salat” ini juga bisa disampaikan kepada siapa saja yang terlalu cepat salatnya atau tidak tuma’ninah dalam salatnya.
Perbandingan mana yang lebih utama, antara tarawih cepat 23 raka’at, dengan 11 raka’at santai, sama dengan membandingkan antara kuantitas dengan kualitas. Tentu kualitas lebih unggul daripada sekedar banyak-banyakan kuantitas. Maka salat tarawih dengan sedikit raka’at namun khusyu’ dan tuma’ninah, lebih besar pahalanya dan lebih utama daripada tarawih banyak raka’at tetapi tergesa-gesa tidak khusyu‘.
Syekh ‘Alwi bin Abdul Qadir As-Saqof (pengasuh website Ilmiyah dorar.net) menerangkan,
ولو خُيِّرَ المأمومُ بينَ مَسجِدَينِ، فالأوْلى -واللهُ أعلَمُ- أنْ يَختارَ مَن قدَّمَ التَّروِّيَ والطُّمأنينةَ في الصَّلاةِ على مَن قدَّمَ عددَ الرَّكَعاتِ وصلَّى إحْدى عَشْرةَ ركعةً خَفيفةً جدًّ
“Kalau makmum diberi pilihan antara salat di dua masjid, maka yang lebih utama –wallahu a’lam– memilih masjid yang imamnya lebih memperhatikan tuma’ninah dalam salat, daripada imam yang lebih perhatian pada jumlah raka’at. Dia melakukan salat sebelas rakaat adalah sangat ringan.”
Wallahua’lam bis showab.
- Sumber : muslim.or.id