Pemerintah berencanakan mengenakan PPN pada sembako, seperti beras.(foto istimewa)
JAKARTA (perepat.com)-Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS, Anis Byarwati mengkritik rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dalam perubahan Undang-Undang nomor 6 tahun1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Menurutnya, langkah tersebut berpotensi makin memberatkan kehidupan masyarakat bawah dan kontraproduktif dengan upaya pemerintah menekan ketimpangan melalui reformasi perpajakan dalam revisi UU KUP.
“Kalau itu dihilangkan (dari kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN) jelas merugikan. Karena barang kebutuhan pokok untuk masyarakat banyak. Kalau jadi objek pajak harganya akan jadi tinggi,” ujar Anis dalam keterangan resminya di Jakarta.
Ia menilai seharusnya pemerintah justru menambah objek barang tak kena pajak yang merupakan kebutuhan masyarakat kelas bawah. Ini penting agar harga-harga jadi turun dan masyarakat yang paling terdampak pandemi covid-19 bisa membaik kondisi perekonomiannya.
“Jangan dibikin naik, daya beli kan sedang susah. Kalau daya beli ditekan konsumsi rumah tangga akan turun. Kalau konsumsi turun berarti pendapatan pemerintah juga akan turun. Di satu sisi pajak-pajak kalangan menengah diobral. Jangan sampai kebijakan perpajakan kontraproduktif,” jelasnya.
Meski demikian secara umum ia mendukung usulan UU KUP sebagai bagian dari strategi reformasi perpajakan. Ia sendiri mengaku belum melihat langsung secara keseluruhan draf RUU yang diusulkan pemerintah tersebut. Karena itu ia meminta usulan-usulan itu segera disampaikan kepada legislatif agar dapat dicermati isinya.
“Induknya di revisi UU KUP kita perlu revisi untuk reformasi perpajakan, tapi isinya perlu dicermati jangan sampai justru menyusahkan masyarakat,” terang Anis.
Sementara itu Anggota DPR dari FPDIP, Hendrawan Supratikno mengatakan isu pengenaan PPN pada sembako masih wacana. Itu juga masih menunggu aspirasi masyarakat.
“Jadi jangan terburu nafsu karena pada waktunya teman-teman DPR tentu akan menyikapinya secara jelas dan bijaksana,” papar Hendrawan.
Seperti diketahui, rencana pengenaan PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak tertuang dalam Pasal 4A draf revisi UU KUP.
Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN.
Jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan dan gula konsumsi.
Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud seperti emas, batubara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.(pc/sars)
- Sumber : cnnindonesia