Ketua Umum MKA LAM Riau, Datuk Seri H Al Azhar.
PEKANBARU (perepat.com)–Para Pucuk Adat dari empat simpul Masyarakat Hukum Adat (MHA) sengaja datang ke Balai Adat Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Jalan Diponegoro 39 – Kota Pekanbaru, Rabu 19 Dzul Qo’dah 1442 (30 Juni 2021).
Keempat-empat MHA itu, dari Tapung (Kabupaten Kampar), Rantau Kopar (Kabupaten Rokan Hilir), Suku Bonai (Kabupaten Rokan Hulu) dan MHA Datuk Laksamana (Kota Dumai).
Kedatangan mereka untuk menyampaikan dan menyerahkan Warkah Amaran terkait pancung alas tanah ulayat di wilayah kerja Blok Rokan, Provinsi Riau.
Naskah Warkah Amaran diterima langsung oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau, YB Datuk Seri H Al azhar di Balairung Tenas Effendi. Disaksikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAM Riau, YB Datuk Seri Syahril Abubakar dan sejumlah Datuk Pemangku Adat, Pimpinan dan Pengurus MKA dan DPH LAM Riau.
Ada dua pernyataan sikap yang dituliskan di Warkah Amaran itu. Pertama: Wilayah kerja Blok Rokan merupakan tanah ulayat yang meliputi Tapung, Rantau Kopar, Bonai dan Datuk Laksamana berdasarkan Peta Rokan Staten.
Kedua: Mengharapkan agar LAM Riau bersama-sama memperjuangkan pancung-alas tanah ulayat yang telah dimanfaatkan oleh fihak lain (dalam hal ini Perusahaan Tambang Minyak PT Chevron dan cikal bakal pendahulunya, red).
Menyampaikan petuah amanahnya, Ketua Umum MKA LAM Riau, Datuk Seri H Al Azhar menegaskan, bahwasanya pancung alas, persentase catuan bagi hasil yang menjadi kewajiban pengelola tanah adat. Gunanya, untuk kesejahteraan masyarakat sekitar atau komunal yang diatur oleh ketentuan-ketentuan adat tempatan.
Pancung alas menjadi hak mustahak masyarakat adat yang wajib diberikan oleh pengelola tanah adat karena mengambil manfaat dari tanah adat atau atau tanah ulayat itu.
Pemberian pancung alas, sebut Datuk Seri Al Azhar, menjadi suatu keniscayaan bagi pengelola tanah adat. Tindakan bijak itu menjadi implementasi atau pengejawantahan amanat konstitusi NKRI.
Juga sikap penerapan yang menyerap Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nations Organization (UNO) tentang Hak-hak Masyarakat Adat, yang disahkan Majelis Umum PBB sesi ke-61 di Markas PBB – New York, London pada Kamis 1 romadhon 1428 (13 September 2007) yang sudah diratifikasi diambil-adopsi Indonesia.
“Bagi masyarakat adat, perjuangan untuk memperoleh pancung alas dari pengelolaan Blok Rokan itu, persoalan marwah. Guna menegakkan marwah, apapun menjadi taruhannya,” tukas Datuk Seri Al Azhar bertegas-tegas.
Ditemui usai bersurai, pernyataan bahwa wilayah operasi Blok Rokan itu tanah adat, menjadi penegasan kembali terhadap hak turun-temurun masyarakat adat yang harus dihormati siapa pun, ujar Datuk Seri H. Al Azhar.
Bersangkut kait dengan pancung alas, lebih khas lagi oleh PT CPI, baik Caltex ataupun Chevron yang sudah hampir seabad mengelola Blok Rokan. Pertamina yang akan mengelolanya mulai Senin 30 Zulhijjah 1442 menjelang Tahun Baru Hijriyah atau 9 Agustus 2021 nanti, jangan sampai cuai dan abai.
“Pancung alas yang ditunaikan oleh pengelola dan pemanfaatan tanah adat atau tanah ulayat, in sya’a Allaah akan dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup komunitas atau masyarakat adat,” pungkas Datuk Seri H Al Azhar.(sars/dan)