JAKARTA (perepat.com)–Sempena Milad ke-46 Majelis Ulama Indonesia (MUI), berbagai pihak dari umaro’, zuama’ dan berbagai tokoh, serta cendekiawan menyampaikan harapan-harapan mereka.
Presiden RI, Ir Joko Widodo berharap, MUI terus selalu bermitra dengan pemerintah menyumbangkan berbagai masukan konstruktif demi kemajuan bangsa.
“MUI, wadah moderasi beragama yang selalu istiqomah berdakwah menyemai nilai-nilai persaudaraan dan toleransi,” ucap sang presiden yang akrab disapa Jokowi itu pada sambutan dalam jaringan (daring) atau virtual Milad Ke-46 yang disiarkan langsung channel TV MUI, Senin pagi 16 Zulhijjah 1442 (26 Juli 2021).
Muhammadiyah bersama seluruh kekuatan masyarakat berharap dan menaruh kepercayan tinggi, bahwa MUI dapat terus mengambil kiprah diiniyah untuk menanamkan nilai-nilai islam yang kokoh.
“Sekaligus juga mencerdaskan dan mecerahkan pemahaman praktik keislaman kaum muslimin Indonesia guna menghadirkan islam sebagai diin al-rohmah, sebagaimana pesan dan risalah utama Nabi akhir zaman inna arsalanaka rohmatan li al-‘alamiin (Sesungguhnya Rosul diutus untuk menjadi rohmat bagi semesta ‘alam, red),” terang Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nasir MSi.
“MUI sebagai wadah ulama yang berasal dari berbagai Ormas benar-benar dapat terus berkembang. Namun, MUI jangan hanya melibatkan seseorang karena alasan representasi ormas dibanding kompetensi dan kualifikasi keulama’annya,” timpal Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhamadiyah, Prof Dr H Abdul Mu’ti MEd yang juga Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Singkat dan padat Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdatul Ulama’ (Sekjen PBNU), Ir H Helmy Faishal Zaini SE menyampaikan agar MUI terus meningkatkan spirit moderasi beragama, serta selalu melihat umat dengan kacamata kasih sayang. Ulama’ dan umaro’ atau pemimpin bangsa serta masyarakat harus berkolaborasi membangun semangat untuk mencapai kemashlahatan.
Selain isu keragaman umat di Indonesia, menurut Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta, Prof Dr Phil Al Makin SAg MA, MUI perlu merespon isu lainnya seperti isu iklim, deforestasi (perubahan area hutan untuk aktivitas permanen manusia, red), peningkatan suhu, dan isu lingkungan lainnya.
MUI meski pun bergerak di bidang keagamaan seyogyanya dapat pula menjadi pelopor agar umat lebih peduli terhadap isu-isu itu. Indonesia dengan corak politik multi partai, perlu pula bimbingan dan pengayoman dari MUI terkait etika politik yang baik dan benar di masyarakat.
Sehingga perpecahan yang disebabkan oleh permasalahan keragaman corak politik dapat direduksi. Semuanya itu, demi mewujudkan bangsa Indonesia yang beradab dan mampu berkompetisi di dunia luas.
“Isu keragaman di Indonesia juga penting yakni dua jenis keragaman, yaitu keragaman flora fauna serta keragaman manusia seperti keragaman suku, etnis, iman, lembaga, dan lainnya, perlu dicermati,” tutur Al Makin meyakinkan.
Catatan kritisi disampaikan pula oleh Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen bin Smith, setelah menyampaikan ucapan mabruk untuk milad MUI ke-46. MUI selain harus terus berkiprah melayani ummat, agar juga memberikan perhatian dengan kesigapan dan kecepatan memberikan solusi dengan fatwa yang mampu menjawab kebimbangan umat bermuamalah, serta kejaminan keamanan kehalalan produk yang cepat merambah pasar.
Perubahan ekonomi digital yang banyak bersinggungan dengan masalah syubhat pun, harus diberikan perhatian lebih. Penggunaan dana tabungan haji dan dana zakat jangan sampai bertentangan dengan niyat nasabah.
Dari daerah di antaranya disampaikan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI Provinsi Riau, Tuan Guru Prof Dr H Ilyas Husti MA dan Ustadz Abunawas SAg MM. Keduanya mengharapkan supaya ulama’-umaro’-zuama’-masyarakat bersatu menanggulangi dampak pandemi.
Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI Kota Pekanbaru, Prof Dr H Akbarizan MA MPd dan Dr H Hasyim SPdI MA berharap agar ummat tetap menjadikan fatwa MUI sebagai tuntunan dan bimbingan melaksanakan syari’at Islam berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rosul Allaah Shola Allaahu ‘Alaihi wa Sallam, termasuk ketika menghadapi wabak atau pandemi.
Kereta Api dan Rumah Besar
MUI, oleh Ketua Umum MUI Pusat, KH Miftachul Akhyar, diibaratkan sebagai kereta api. Kereta api itu semuanya jelas. Tujuannya jelas. Relnya jelas. Lokomotifnya jelas dan gerbongnya jelas.
Kereta api tidak mengikuti keinginan penyewanya. Kereta api pergi di bawah hujan, di samping badai, meyusuri terowongan yang gelap. Namun harus terus berkonsentrasi pada jalannya. Keretaapi pergi tanpa ragu apapun kondisi cuacanya.
”Sebagaimana kereta api yang menuju stasiun, MUI juga memiliki tujuannya sendiri. Ketika ingin mengejar tujuan melalui kereta api MUI, maka tiap penumpangnya harus ikut kereta api MUI, dan rela berpindah dari gerbong kereta sebelumnya,” ujar Kiyai Miftach saat memberikan sambutan daring pada acara Milad MUI Ke-46 di Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat.
Bagi Datuk Tuan Guru H Drs. Syafruddin Saleh Sai Gergaji MS selaku Ketua II MUI Kota Pekanbaru, dan Ketua Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu (DPH LAM) Riau Bidang Agama dan Nilai-nilai Adat (Bid AgNiA), MUI rumah besar yang menyatukan ummat Islam Indonesia.
Sebagai rumah besar, MUI tempat berkumpul dan berhimpun para ulama’ dan para cendekiawan untuk membimbing-membina-mencerahkan ummat dalam ikatan persatuan dan kesatuan dengan menghargai perbedaan furu’iyah (yang bukan prinsip utama) beragama Islam.
“Bagi ummat Islam di tanah Melayu, ada dua rumah besar yaitu MUI dan LAM. MUI pada syari’at, LAM pada adat bersendi syara’ berlandas kitabulLaah,” tukas Buya Sapar (pebasaan akrab Tuan Guru H Syafruddin) yang juga Ketua Badan Pengawas (Bawas) Idaroh Kemakmuran Masjid Indonesia (IKMI) Kota Pekanbaru itu.
Penegasan dari Sekjen MUI Pusat, Buya Dr H Amirsyah Tambunan MA bahwa MUI lembaga keummatan yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia. Peran utamanya untuk melindungi umat (himayah al-ummah), melindungi agama (himayah al-diin), dan melindungi negara (himayah al-daulah).
MUI menetapkan visi demi terwujudnya kondisi kehidupan masyarakat, kebangsaan, dan kenegaraan yang baik menuju masyarakat yang berkualitas dan jaya sejahtera di dalam wadah NKRI.
Hitungan penanggalan masehi, hari ini 26 Juli 2021 (16 Zulhijjah 1442) Majelis Ulama Indonesia (MUI) memasuki milad (hari jadi atau hari penubuhan) ke-46. Penubuhan MUI dari kesepakatan pada Muktamar Nasional Ulama di Jakarta yang dibuka langsung oleh Presiden Soeharto, 26 Juli 1975 (17 Rojab 1395).
MUI dibentuk oleh Pemerintahan Orde Baru (Orba) untuk meredam pertentangan kelompok untuk mewujudkan keharmonian dan kerjasama dalam hubungan antara umat Islam dan negara. Otoritas yang dimiliki MU diharapkan akan menumbuhkan diskursus-diskurus (komunikasi) keberagamaan yang meredam pertentangan dan pertikaian.
Tak sebatas memberi fatwa atau nashihat atau seruan moral kepada pemerintah menyangkut masalah keummatan dan kebangsaan. Juga bimbingan syari’at kepada umat Islam, termasuk sertifikasi halal.(syaf/ wan/dan/lin/sars)