PEKANBARU (perepat.com)–Di berbagai daerah, termasuk di Kota Pekanbaru pernah terjadi kekisruhnan antara jama’ah dengan pengurus masjid atau musholla akibat penentuan arah qiblat.
Mereka bertengkar karena ada perubahan arah qiblat setelah melakukan pengukuran ulang oleh pakar (ahli) falak dari Badan Hisab dan Rukyat (BHR).
Menyampaikan hal ini, Ketua Umum Idaroh Kemakmuran Masjid Indonesia (IKMI) Koordinator Wilayah (Korwil) Kota Pekanbaru, H Edi Azhar SAg MPdI (NIM: 928) saat membuka Konferensi Qiblat di Balairung Chalil ‘Alie, Gedung Mahligai Masjid, Jalan Todak/Udang Putih 1, Tangkerang Barat, Kota Pekanbaru, Rabu pagi (dhuha) 29 Rojab 1443 (2 Maret 2022).
Panitia sengaja mengundang empat narasumber untuk memaparkan pentingnya mengetahui penentuan arah qiblat itu guna mengantisipasi kekisruhan dan pertengkaran di kalangan ummat.
Mereka, yaitu Pakar (Ahli Falakiyah) dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, Dr H Hajar Hasan MA (NIM 474), Ketua Dewan Pakar dan Mufti Kota Pekanbaru, Tuan Guru H Dr Mawardi Shaleh Lc MA yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kampar.
Kemudian, Ketua MUI Kota Pekanbaru, Prof Dr H Akbarizan MPd MA dan Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat (Kasi Bimas) Islam Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Pekanbaru, H Suhardi Hasan SAg MA (NIM: 817).
Pemahaman Dasar
IKMI Korwil Kota Pekanbaru sengaja menaja acara Konferensi Qiblat itu untuk memberikan pemahaman dasar tentang penentuan arah qiblat. Pesertanya 45 orang Pengurus Masjid atau Musholla dan muballigh anggota IKMI Kota Pekanbaru.
Mengawali memandu Panel Konferensi, Ketua II IKMI Kota Pekanbaru, Dr H Maghfirah Abubakar MA (NIM: 857) mengutip akhir ayat 9 suroh Azzumar (Q.S. 39/ XXIII).
Dia menegaskan bahwa kekisruhan akibat dari penentuan arah qiblat itu tersebab tidak berilmu, atau dan tidak pula mau memahami penjelasan yang disampaikan.
“ … Apakah sama (antara) orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya, yang bakal menerima (dan memahami) pembelajaran hanyalah yang berakal sehat saja.”
Kesimpulan dari Konferensi Qiblat IKMI Kota Pekanbaru itu, kekisruhan dan pertengakaran tidak akan terjadi jika ummat (pengurus dan jama’ah masjid atau musholla) memiliki pemahaman yang baik dari maksud syari’ah untuk kemashlahatan.
“Di negeri kitatidak ada masjid yang tidak menghadap ke Barat. Kalau sudah menghadap ke Barat itulah arah qiblatnya. Jangan menjadi perepecahan ummat,” ujar TGH Mawardi mencecar peserta.
“MUI Pusat telah menetapkan Fatwa No. 03/2010, 16 Shofar 1431 (01 Februari 2010) tentang Kiblat, pas tujuh tahun yang lalu. Sosialisasi Fatwa itu yang perlu kita lakukan supaya tidak terjadi lagi kekisruhan akibat penentuan dan pengukuran arah qiblat,” ungkap H Akbarizan.
“Jika Pengurus Masjid atau Musholla ingin melakukan pengukuran dan penetapan ulang arah qiblat, dapat mengajukan ke Kemenang dengan menyertakan tanda tangan seluruh jama’ah. Itu untuk menghindari kekisruhan. Jangan setelah itu Kemenag justru menjadi sumber permasalahan atau kambing hitamnya,” ucap H Suhardi Hasan pula.
Konferensi Qiblat menjadi satu diantara sembilan Program Kerja 1443 Hijriyah atau 2022 Ketua I IKMI Kota Pekanbaru, Ustadz Dr Tukiman Khateni MSi (NIM: 896).
Sebagai pemahaman dasar sudah memadai, namun untuk mendalami Ilmu Falak tentu perlu pelathan khusus sebagaimana disebutkan H Hajar Hasan.
Hadir mengikuti Konferensi Qiblat itu Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas IKMI Kota Pekanbaru, Ustadz Jarnawi SPd (NIM: 1173) dan TGH Drs Syafruddin Saleh MS (NIM: 342).
Juga anggota kedua-dua Dewan, TG Drs Azwir Mu’in Domo (NIM: 310), Ustadz Drs H Armia Nizam (NIM: 383) dan Ustadz Drs Abdul Kholil Rahmat (NIM: 591) serta anggota Dewan Pembina IKMI Korwil Provinsi Riau, Buya Drs H Mukni (NIM:177).(par/dan)