PEKANBARU (perepat.com)–Banyak kalangan barangkali yang tidak mengetahui bahwasanya 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional (Harbuknas). Sebagai bukti indikasinya, dapat dicermati peringatannya amat sangat kurang dan tidak semarak meriah.
Menanggapi hal ini, sastrawan Indonesia dari Riau, Tuan Guru H Syafruddin Saleh Sai Gergaji menegaskan ketidaksemarakan Harbuknas itu sebanding dengan minat baca masyarakat Indonesia yang rendah.
Tukuknya, di Lembaga Pendidikan pun sejak Pendidikan Rendah hingga Pendidikan Tinggi, nyaris tak berbuat apa-apa dengan program atau acara memperingatinya.
“Kebanyakan masyarakat kita masih terbiasa dengan mendengar atau menonton, daripada membaca. Lebih menyukai kelisanan daripada membaca,” ucap Tuan Guru yang juga da’i yang biasa disapa dengan pebasaan Buya Sapar itu.
“Semangat literasi atau menulis (mengarang, red) juga tidak menggembirakan,” tukasnya pula.
Di sekolah acap guru berujar kepada murid, pelajar, atau siswa bahwa sesungguhnya ‘buku itu jendela dunia, membaca membuka mata hati.’ Namun gerunnya, hanya sebatas slogan kosong tanpa dorongan semangat yang bersungguh-sungguh.
Menambahkan, Buya Sapar menyebut di Grup Warta Anda atau Whatsapp (WA) juga sepi dari twibon atau ucapan Selamat Hari Buku Nasional. Dulu ada Gerakan Riau Membaca cetusan Sastrawan Jurnalis, Rida K Liamsi, sekarang entahlah.
“Kalau budaya baco menurun, bangsa kito bisa balik ke zaman Peleolitikum, yo Bg!, tulis Stepon, pebasaan akrab Syaiful Pandu, pensiunan guru dan seorang penulis di Grup WA ‘Majelis Sastra Riau’ sempena 17 Mei 2022, berbahasa Melayu Riau Pesisir.
Satu lagi, video SELAMAT HARI BUKU NASIONAL dari Suryadi Sanuri, putra asal Pariaman (Sumbar) di Grup WA Jazirah Sastra. Dia Filolog (ahli filologi) yang manjadi pensyarah (dosen) di Leiden Universiteit, Negeri Belanda.
Ajo Piaman ini juga mengirimkan satu youtube ‘Mimbar Budaya!! Hari Buku Nasional: Rabun Baca atau Lumpuh Menulis’ dari Mimbar TVPenetapan 17 Mei sebagai Harbuknas pada era kepemimpinan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri, 20 Mei 2002 (Senin 7 Robi’ul Awwal 1423) 20 tahun yang lalu.
Pencanangnya tokoh nasional dari Muhammadiyah Pusat, Prof Dr H Abdul Malik Fadjar (rohimahullaah) yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas).
Apa dasar pemilihan dan penetapan tanggal 17 Mei itu? Beralasan pada 17 Mei 1980 (Sabtu 2 Rojab 1400), Pemerintah menubuhkan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Pentingnya membaca, terkuak dari ayat pertama al-Qur’an yang menjadi permulaan wahyu Allaah kepada Nabiy Muhammad Shola Allaahu ‘Alaihi Wasallam yaitu iqro’, menumbuhkan kesadaran pada diri Abdul Malik Fajar berupaya supaya semangat pembaca dapat ditularkan kepada masyarakat dan generasi bangsa.
Usul ide Hari Buku juga gagasan dari Masyarakat Perbukuan. Gayung pun bersambut. Tapi Peringat Harbuknas kuantitas dan kualitasnya masih juga sepi, belum menggembirakan.(rim/dan)