
JAKARTA (perepat.com)-Wakil Ketua MPR RI, Dr HM Hidayat Nur Wahid MA menyayangkan berulangnya kecerobohan dalam pembuatan peraturan. Sebelumnya, kecerobohan terjadi pada kasus hilangnya ‘frasa agama’ dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.
Kini, kecerobohan tersebut terjadi pada hilangnya Pancasila dan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib untuk perguruan tinggi (PT), sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
HNW sapaan akrab Hidayat, mengusulkan untuk mengakhiri polemik dan kegaduhan, pemerintah segera mencabut dan mengevaluasi secara menyeluruh PP 57/2021 yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna Laoly.
“Menghilangkan Pancasila dan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi (PT) adalah suatu hal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 35 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi,” ujar Hidayat.
HNW menilai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan memperbaiki kesalahan tersebut dengan merevisi PP 57/2021 tidaklah memadai. Apalagi, sebelumnya Kemendikbud juga melakukan kesalahan fatal dengan menghilangkan frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional.
Oleh karena itu, HNW menyatakan perlu dilakukan evaluasi mendasar dan menyeluruh setelah hilangnya frasa agama, dan sekarang Pancasila serta bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib, di tengah gencarnya pemerintah memerintahkan rakyat untuk melaksanakan Pancasila, memerangi terorisme dan radikalisme.
“Peristiwa bermasalah itu tentu bukan hal yang biasa saja, dan bisa menjadi sangat serius,” papar HNW melalui siaran pers di Jakarta
Menurutnya, evaluasi menyeluruh dan pencabutan PP perlu dilakukan agar kebijakan atau proses legislasi oleh pemerintah tidak lagi secara grusa grusu dan mengabaikan prinsip kehati-hatian juga profesionalitas.
“Ini sudah kesekian kali terjadi. Sebelumnya, hilangnya frasa agama dari Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035, atau perpres yang membolehkan investasi miras yang akhirnya dicabut oleh presiden, dan sekarang hilangnya kewajiban mata kuliah Pancasila,” paparnya heran.
HNW menyatakan hal ini untuk memastikan peristiwa serupa tidak terulang lagi, siapa pun yang bertanggung jawab atas kesalahan tersebut harus diberi sanksi.
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyayangkan sikap Mendikbud Nadiem Makarim dan Presiden Jokowi yang tidak teliti sebelum memproses rancangan PP itu dan menandatanganinya.
“Kok bisa PP yang tak sesuai dengan UU tersebut bisa sampai ke presiden dan akhirnya ditandatangani oleh presiden? Seharusnya hal ini tidak terjadi apabila seluruh proses berjalan dengan prinsip amanat atau profesional, teliti, dan hati-hati,” ungkapnya.
HNW menilai upaya mengoreksi PP bermasalah ini tidak bisa hanya sekadar menggunakan siaran pers sebagaimana sudah dilakukan Kemendikbud. Namun, kata dia, semestinya melalui pencabutan resmi untuk merevisi PP tersebut oleh presiden.
Dia khawatir bila itu tidak dilakukan maka PP ini akan bernasib sama seperti Perpres No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang membolehkan investasi miras, yang secara lisan presiden menyatakan mencabut, tetapi tidak dilanjutkan dengan proses koreksi legislasi.
HNW berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi pemerintah, dan segera mengoreksinya dengan cara yang legal. Oleh karena itu, dia menyarankan sebaiknya PP itu secara resmi segera dicabut oleh presiden yang telah menandatanganinya dan dilakukan evaluasi secara menyuruh.
“Setelah dipastikan tidak lagi bermasalah, presiden mengeluarkan PP baru yang mewajibkan pelajaran Pancasila dan bahasa Indonesia beserta pengaturan teknisnya, sebagaimana diatur dalam UU Perguruan Tinggi, UU Sisdiknas dan juga UUD NRI 1945,” pungkas Hidayat Nur Wahid.(sap/din)
- Sumber : JPNN
- Editor : SARS