Penyerahan Warkah Amaran (pernyataan sikap) yang diterima Datuk Seri Al Azhar didampingi Datuk Seri Syahril Abubakar.(foto LAM Riau)
PEKANBARU (perepat.com)–Para Pucuk Pemangku Adat dari empat Masyarakat Hukum Adat (MHA), Tapung (Kabupaten Kampar), Rantau Kopar (Kabupaten Rokan Hilir), Suku Bonai (Kabupaten Rokan Hulu) dan MHA Datuk Laksamana (Kota Dumai), Rabu 19 Dzul Qo’dah 1442 (30 Juni 2021) sengaja datang ke Balai Adat Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Jalan Diponegoro, Kota Pekanbaru.
Mereka hendak menghadap Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA), dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH), serta para Datuk Pemangku Adat, Pengurus LAM Riau.
Kedatangan mereka disambut baik, langsung oleh Ketua Umum MKA LAM Riau, Datuk Seri H Al azhar dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Datuk Seri Syahril Abubakar. Ikut serta pula sejumlah yang lainnya.
Tujuannya, untuk menyampaikan Warkah Amaran (Pernyataan Sikap), tentang pancung alas tanah ulayat mereka di wilayah kerja konsesi pertambangan minyak Blok Rokan, Provinsi Riau. Juga hendak memusyawarahkan tuntutan mereka pada Warkah Amaran (Pernyataan Sikap) yang telah ditandatangani semua Pucuk Pemangku Adat keempat-empat MHA.
Warkah Amaran (Pernyataan Sikap)
Sebelum perbincangan musyawoh, seorang diantara Datuk Pucuk Pemangku Adat dari empat MHA itu menyerahkan Warkah Amaran (Pernyataan Sikap) kepada Datuk Seri H Al Azhar dan Datuk Seri Syahril Abubakar.
Warkah ditandatangani oleh Datuk Pucuk Adat Kenegerian Tapung, Datuk Drs Khaidir Muluk MSi, Datuk Pucuk Adat Rantau Kopar, Datuk Bakhtiar, Datuk Pucuk Adat Suku Bonai, Jondrizal Datuk Majopati dan Perwakilan Datuk Pucuk Adat Datuk Laksamana, Datuk Evanda Putra.
Warkah Amaran (Pernyataan Sikap), hanya berisi dua pernyataan, yaitu: 1) wilayah kerja Blok Rokan merupakan tanah ulayat berdasarkan Rokan Staten, 2) mengharapkan agar LAM Riau bersama-sama memperjuangkan pancung-alas tanah ulayat yang telah dimanfaatkan oleh fihak lain (dalam hal ini Perusahaan Tambang Minyak PT Chevron dan cikal bakal pendahulunya, red).
Kedua-dua Datuk Seri menyikapi positif Warkah Amaran (Pernyataan Sikap) Pucuk Pemangku Adat empat MHA itu. Datuk Seri H Al Azhar tegas-tegas menyatakan, bahwasanya pancung alas, persentase catuan bagi hasil yang menjadi kewajiban pengelola tanah adat.
Gunanya, untuk kesejahteraan masyarakat sekitar atau komunal yang diatur oleh ketentuan-ketentuan adat tempatan. Menjadi hak masyarakat adat yang wajib diberikan oleh pengelola tanah adat karena mengambil manfaat dari tanah adat atau tanah ulayat itu.
“Bagi masyarakat adat, perjuangan untuk memperoleh pancung alas dari pengelolaan Blok Rokan itu, persoalan marwah. Guna menegakkan marwah itu, apapun menjadi taruhkannya,” tukas Datuk Seri Al Azhar tegas.
Kegembiraan dari pancaran wajah cerah Datuk Seri Syahril tampak kentara. Kehadiran para Pucuk Pemangku Adat dari empat MHA itu menjadi hari bersejarah, penyemangat perjuangan.
Sebab di tengah deras dan bersungguh-sungguhnya tekad LAM Riau berupaya sekuat dapat sedaya upaya berjuang untuk mengelola Blok Rokan kepada pemerintah dan berbagai pihak, para Pucuk Adat di wilayah kerja Blok Rokan, datang pula menyampaikan dukungan dengan Warkah Amaran (Pernyataan Sikap) dan mengamanahkannya pula untuk diperjuangkan.
Dibebarkan oleh Datuk Syahril, keheranannya bercampur geram terhadap cibiran dan kecaman beberapa tokoh Melayu dan bebudak Melayu terhadap LAM Riau yang ingin ikut sebagagai pemegang saham 39 persen yang dilepas Pertamina setelah kontrak PT Chevron di Blok Rokan berakhir dan habis masanya awal Agustus nanti.
“Cukuplah sudah selama ini kita hanya menjadi penonton. Awak hanya menang sorak dapi tecampak. Tak ikut bertungkus lumus merebut hak bagian kita,” tutur Datuk Syahril seakan ingin membenturkan kesadaran kesekujur nurani anak jati Melayu Riau.
“Tanah ulayat yang dipakai orang menjadi urusan adat pula. Kita tak boleh abai dan cuai lagi terhadap hak masyarakat adat yang tidak ditunaikan. Sepakat, kita ajukan gugatan hukum ke pengadilan dalam negeri dan pengadilan luar negeri,” ujar Datuk Seri Syahril Abubakar pula agak berpanjang lebar.
Pancung alas, yaitu konpensasi (atau pajak) dari konsesi atau izin melakukan penambangan. Selama ini, masyarakat adat tak pernah mendapatkannya.
Perjuangan pantang menyerah mara membara, bergerak sejak LAM Riau masa Ketua Umum MKA Datuk Seri H Al Azhar, dan Ketua Umum DPH Datuk Seri Syahril Abubakar. LAM Riau dikecam, bahkan dicecar oleh beberapa tokoh Melayu yang memang tokoh dan yang menokohkan diri.
Beberapa kalangan muda pun bagai tak santun urun memerun hujatan karena beranggapan, pembentukan Badan Usaha Milik Adat (BUMA) yang ditubuhkan untuk mendapatkan saham Blok Rokan, bukan bagian dari kerja dan tugas adat yang diembankan kepada pengurus lembaga adat.
Tampak hadir pada penyerahan Warkah Amaran (Pernyataan Sikap) itu, Ketua Batin Solapan dan Limo Sakai di Kabupaten Bengkalis, Datuk Amat. Juga Ketua LAM Riau Kawasan Sakai, Mandau, Datuk Johan SE MSi. Seorang diantara Ketua Batin Limo, Minas, Kabupaten Siak, Haji Muhammad Bungsu DJ.(dan/sars)