(Ilustrasi istimewa)
JAKARTA (perepat.com)-Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI memastikan pekerja dengan status outsourcing (alih daya), kontrak ataupun pekerja tetap (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/PKWTT) berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.
Hal ini diungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri. Menurut Putri, sesuai Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, yang pada prinsipnya mewajibkan pengusaha memberi THR Keagamaan secara penuh kepada pekerja/buruhnya pada H-7 Lebaran.
“THR Keagamaan wajib diberikan dalam bentuk uang rupiah dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan, ” kata Putri.
Dia menjelaskan ada tiga jenis pekerja/buruh yang berhak memperoleh THR Keagamaan. Pertama, pekerja/buruh berdasarkan PKWT atau PKWTT yang memiliki masa kerja satu bulan secara menerus atau lebih.
Kedua, pekerja/buruh berdasarkan PKWTT yang mengalami PHK oleh pengusaha terhitung sejak H-30 hari sebelum hari raya keagamaan. Ketiga, pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, apabila dari perusahaan lama belum mendapatkan THR.
Putri menegaskan THR wajib dibayar penuh dan tepat waktu. Menurutnya, dalam pembayaran THR, tidak ada perbedaan status kerja.
“Para pekerja outsourcing maupun pekerja kontrak, asalkan telah bekerja selama 1 bulan atau lebih dan masih memiliki hubungan kerja pada saat hari keagamaan berlangsung, maka berhak mendapatkan THR juga,” ujar Putri.
Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan adalah 1 bulan upah untuk pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih.
Sementara, pekerja/buruh yang masa kerjanya 1 bulan secara terus menerus sampai dengan kurang dari 12 bulan, berhak mendapat THR yang dihitung secara proporsional sesuai masa kerjanya.
Penghitungan upah sebulan yakni upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tidak tetap maka perhitungan THR dihitung berdasarkan upah pokok.
Dari perhitungan upah tersebut, kata Putri, tidak menutup kemungkinan perusahaan juga dapat memberikan THR yang nilainya lebih besar dari peraturan perundang-undangan.
“Hal tersebut terlebih dahulu ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang selama ini memang telah dilakukan oleh perusahaan,” ungkapnya.
Pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian, upah satu bulan dihitung melalui dua ketentuan. Yakni memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih (rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya) dan masa kerja kurang dari 12 bulan (rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja).(pc/sars)
- Sumber : JPNN