
Pemerintah memahami apresiasi dari pekerja, buruh dan pengusaha, demo hanya akan menghambat dialog
perepat.com-Hari buruh diperingati setiap 1 Mei. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) akan mengundur peringatan May Day atau Hari Buruh yang biasa diselenggarakan pada 1 Mei menjadi 12 Mei 2022.
Ini dilakukan lantaran malam takbiran Lebaran Idul Fitri 1443 H jatuh pada 1 Mei yang lalu bertepatan dengan perayaan Hari Buruh Internasional.
Satu hal yang hampir pasti terjadi pada hari peringatan tersebut adalah demo besar-besaran para buruh. Jumlah buruh yang turun ke jalan mencapai puluhan ribuan orang. Demonstrasi ada tujuannya. Tentulah terkait kepentingan nasib buruh itu sendiri agar kehidupannya lebih baik.
Melihat fenomena Hari Buruh setiap tahun, timbul pertanyaan, mengapa selalu diisi dengan demo besar-besaran?
Kalau setiap tahun dilakukan demo, apakah berarti demo besar tahun sebelumnya masih gagal mencapai tujuan? Apakah tidak ada cara lain mencapai tujuan sehingga di Hari Buruh tahun berikutnya tidak perlu lagi melakukan demo?
Bila berangkat dari pemikiran bahwa pengulangan cara secara terus menerus tanpa menghasilkan maka perlu dipikirkan cara atau strategi lain agar didapatkan hasilnya. Ini perlu dipikirkan agar Hari Buruh bisa ‘elegan’ seperti hari-hari besar lainnya.
Nasib buruh ditentukan beberapa faktor, yakni hubungan kerja antar buruh (semangat kerjasama yang positif) di perusahaan dan kinerja personal buruh itu sendiri sebagai faktor internal.
Kemudian faktor eksternal yakni sistem di luar kelompoknya. Sistem itu menyangkut banyak hal, seperti aturan internal tempat buruh bekerja, regulasi atau peraturan yang berlaku secara regional dan nasional, kepentingan politik, situasi perekonomian nasional dan dunia dan lain sebagainya.
Kalau dirinci dan dipetakan akan menghasilkan banyak faktor internal dan eksternal yang saling terkait dan membentuk ‘benang kusut’ yang kalau isunya terus dikomodifikasi pihak tertentu menyebabkan buruh tidak sejahtera sampai kapan pun.
Pertanyaannya adalah, untuk mengurai benang kusut dan menghasilkan sebuah tenun kesejahteraan apakah harus dengan demo besar-besaran setiap tahun?
Tampaknya memang agak rumit namun bukan tidak mungkin. Banyak contoh di negara lain nasib buruh sejahtera tanpa gejolak demo tahunan. Semoga selalu ada pemecahannya selain dengan cara aksi demontrasi besar-besaran setiap tahun di hari peringatan.
Karena sejatinya hari peringatan merupakan petanda pengakuan sebuah Eksistensi di tengah lingkungan yang lebih luas. Kalau sudah eksis kiranya tak perlu selalu dirayakan dengan demontrasi besar-besaran.
Semoga buruh selalu eksis di kehidupan bangsa ini.***