Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas.
JAKARTA (perepat.com)-Pemerintah resmi membatalkan keberangkatan jamaah haji ke Tanah Suci Makkah. Sejumlah pertanyaan pun terlintas di benak masyarakat. Salah satunya bagaimana nasib uang jamaah haji yang ditelah disetor lunas.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas menegaskan uang jamaah haji yang batal berangkat haji 2021 aman. Pembatalan keberangkatan haji ini berlaku seluruh jamaah.
Pria yang akrab disapa Gus Yaqut mengatakan jamaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1441 H/2020 M akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.
“Setoran pelunasan BPIH dapat diminta kembali oleh jamaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jamaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoax,” ujar Yaqur dalam jumpa pers di Jakarta.
Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat. Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.
“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” katanya.
Menurut Yaqut, pembatalan keberangkatan haji berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi.
Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan BPIH, penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.
Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.
“Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga saat ini belum juga dilakukan,” ungkap Yaqur.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.
Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan sholat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan sholat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
“Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jamaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain,” tukasnya.(pc/sars)